Tak jarang dari teman-teman saya memilih jalur konsentrasi dengan alasan tingkat kesulitan mata kuliah dan tingkat kesulitan dalam mendapatkan nilainya. Ada juga yang memilih dengan alasan jadwal perkuliahan yang dicari adalah yang jaraknya jarang-jarang (misalnya kuliah cuma hari senen sampe rabu doang, sisanya libur deh...), atau dengan alasan nggak mau ketemu yang pengajarnya adalah dosen killer, susaaaah banget kalo ngasih nilai A atau B. Kerjaannya cuma ngasih D ato E doang, pol mentok cuma ngasih C, terus ujung-ujungnya ngadain semacam Semester Pendek buat remidiasi nilai (ups...)
Mahasiswa yang memilih mata kuliah dalam rangka untuk memudahkan mendapatkan nilai juga bermacam-macam alasannya. Ada yang kembali lagi dengan alasan untuk lulus dengan nilai sangat memuaskan, dan ada juga yang memiliki alasan ekonomi (kalo susah, nilai jelek, bawaannya pengen ngulang lagi coy...ujung-ujungnya bayar lagi tuh SKS, duit lagi deh yang jadi masalah...).
Ada salah satu teman saya yang di semester ini punya satu mata kuliah yang nilainya jelek ( begitu pula saya T.T ), lalu dia terlihat panik dan agak stres. Ngeliat dia, saya jadi penasaran pengen bertanya sama dia, kurang lebih percakapan kami seperti ini :
A : "B, kenapa kamu?"
B : "udah dapet berita kan nggi gimana nilai matkul xxx kita?"
A : "iya uda B, knapa emang?"
B : "dapet nilai apa kamu?"
A : (dengan bangga dan sedikit menangis dalam hati) "dapet D aku, emang kamu dapet apa?"
B : "wah...dapet jelek juga nih aku,aduuuuhh..."
A : "emang knapa kalo nilainya jelek B?"
B : "ya nggak sih...berarti aku mesti ngulang nih...wauuh, kalo misal ngulang lagi...capek dah. Bisa2 lama deh lulusnya"
A : "trus knapa panik?tinggal ngulang ga susah kan?"
B : "nah itu...kalo ngulang kan otomatis nambah masa kuliah. Trus males lagi dah ketemu pak itu lagi. Mana harus bayar lagi kan... habis deh duit."
A : "ooh gitu..." (ya B, mungkin tujuan kuliahmu sama aku beda... apa coba yang harus dipikirin tentang nilai itu??)
Apa yang saya pikirkan saat itu adalah, apa tujuan temen saya itu masuk kuliah? Apa semata-mata untuk mendapatkan nilai yang bagus aja?
Dan apa yang bisa saya sarankan untuknya saat itu (tapi waktu itu di dalam hati aja...) adalah, kalo emang dia nggak mau nambah masa kuliah, nggak mau ketemu dosen itu lagi, dan nggak mau keluar duit lagi...menurut saya itu perkara yang cukup simpel. Dia cukup nggak usah ngulang mata kuliah itu aja, maka semua masalah yang dia katakan tadi akan lewat dan beres. Nilai D juga lulus kan...Kalo pun takut jika lulus nanti ada nilai D di ijazahnya, dia cukup ambil mata kuliah lain yang bisa menutup sejumlah SKS mata kuliah itu, atau dengan kata lain SKS yang diambilnya semasa kuliah melebihi batas minimum kelulusan, walaupun nanti mata kuliah yang nilainya D itu tetap tercantum.
Ada kasus lain yang saya bener-bener inget sama yang satu ini. (Mari sedikit frontal tapi tetep nggak nyebut nama hehe..)
Di semester 5 saya mengambil mata kuliah Ekonomi Teknik. Bagi yang belum tau, ekonomi teknik ini merupakan subyek yang secara garis besar mengkaji dan menganalisa ilmu ekonomi secara engineering. Mata kuliah ini cukup menarik bagi saya, dan beberapa teman-teman saya juga menyukainya walaupun juga ada beberapa yang tidak suka. Banyak dari teman saya yang tidak suka itu ngobrol dan berkomentar banyak dengan teman yang lain, yang intinya kurang lebih seperti ini : "ah, buat apa sih saya belajar tentang ekonomi disini. Emangnya ini fakultas ekonomi pak... buat apa kita capek-capek masuk sini kalo ujung-ujungnya saya belajar itung2 duit kayak gini....", and so on... Ya, sebagai teman tentu saya juga harus menjadi pendengar yang baik. Namun dalam hati saya juga berkomentar, kalo yang mereka cari disini adalah ilmu atau nilai yang berujung kepada suatu pekerjaan demi masa depan yang lebih baik dan sejahtera, saya yakin pelaku kesejahteraan yang mereka maksud itu adalah uang hasil kerja mereka. Jika nantinya mereka nggak bisa me-manage atau mengkaji uang pendapatannya sendiri, bagaimana mereka bisa mendapatkan kesejahteraan yang mereka inginkan?
Buat saya pribadi, semua mata kuliah yang ditawarkan selalu memiliki alasan dan tujuan tersendiri bagi mahasiswanya.
Masih di lingkup mata kuliah Ekonomi Teknik, saya juga pernah berbicara dengan salah seorang teman saya yang sebut saja namanya X. Yah...seperti pelajar pada umumnya, saya ngobrol dengan teman saya ini di kelas ketika mata kuliah ini sedang berlangsung. Saya dengan X banyak bercanda dan ngobrol tentang mata kuliah ini. Dan tentu saja, si X banyak mengeluhkan tentang mata kuliah yang menurutnya nggak penting buat seorang calon engineer ini. Saya juga membicarakan tentang 2 orang teman saya yang lain, sebut saja A dan D. Keduanya sejak tahun lalu sudah mulai usaha untuk mencari uang tambahan sendiri, yang saya pribadi cukup mengagumi usaha yang mereka lakukan itu. Dan tak heran, saya berbicara kepada si X :
"Wah, ini nih... kayaknya si A dan D bakalan dapet nilai bagus nih ntar ya ekoteknya... Orang mereka udah punya usaha dari tahun lalu hehe...".
Tapi si X justru menjawab kurang lebih seperti ini (dengan raut muka yang menurut saya sedikit sombong haha...) :
"haiss... wes to ra bakal... wong macem koyok ngono kuwi biasane malah entuk nilai elek ngko...wes to yakin wes ra bakal... ngko ilmune malah di nggo ngeyel nang mata kuliah iki, trus ngko nek jare dosene salah yo wes disalahke, bijine elek..."
(haiss...udah deh ga bakal... orang kayak gitu tu biasanya malah dapet nilai jelek ntar...yakin dah ga bakal...ntar ilmunya malah dibuat protes di mata kuliah ini, terus ntar kalo kata dosennya salah ya udah disalahin, nilainya jelek deh...)
Bagi saya, jawaban itu adalah jawaban yang cukup sombong, haha... Lagipula saya jadi mengira kalau apa yang dipikirkan oleh si X ini ujungnya adalah tingkat kesulitan dalam mendapatkan nilai (kembali ke dinamika akademik mahasiswa).
Ada kasus lain lagi, kali ini adalah teman saya yang entah kenapa selalu suka membanding-bandingkan nilai dengan teman-teman yang lain. Sebenarnya pasti ada banyak mahasiswa yang seperti ini, tapi saya ambil salah satu yang menurut saya 'terparah'. Sebut saja kali ini namanya E. Saya sebenernya mengakui, kalau E ini tergolong mahasiswa yang minat, mau dan mampu dalam memahami mata kuliah yang ia suka. Saya salut dengan yang seperti ini, karena dengan begitu dia akan lebih terfokus dan berujung pada sebuah keahlian. Tapi entah mengapa, output nilai yang dia dapat kebanyakan tidak sesuai dengan apa yang saya prediksikan.
Kembali ke kasus, si E juga selalu membandingkan nilai yang didapatkannya dengan teman-temannya terutama dengan yang "pintar-pintar". Pintar disini saya kasih kutip karena pintar yang (mungkin) dimaksud si E ini adalah pintar yang digambarkan dengan nilai yang didapat, dimana bagi saya hal ini nggak berlaku. Misalnya ketika si E mendapat nilai B di mata kuliah yang ia suka sampai-sampai dia dekat dengan dosen pengajarnya, tapi ada teman lain yang mendapat A, dia akan selalu berkomentar dan berkeluh kesah yang intinya seperti berkata, "kok dia bisa bagus sih..". Kalau ada teman yang "pintar" mendapat yang lebih bagus darinya, dia pasti berkata yang intinya, "ah wajar...susah emang ngelawan orang pinter...".
Ngelawan??? Emangnya ini kompetisi ya gan, hehe... Tapi setidaknya, ketika dia mendapat nilai lebih bagus dari yang lain, dia tidak akan sombong.
Bagi saya, hal seperti itu tentu tidak berlaku. Karena menurut saya : Tidak ada parameter yang pasti mengenai pintar tidaknya seseorang. Pintar hanyalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana kerja (effort) dari seseorang saat mengutarakan solusi terhadap sesuatu - (Anggi Budi Kurniawan, 2012).
Nah, kita beralih ke konklusi saya dari semua itu...
Dinamika Akademik Perjuangaan Mahasiswa. Ya...tentu kegiatan perjuangan mahasiswa di bidang akademisnya bersifat dinamik, tidak mungkin statis. Karena sejatinya perjuangan itu selalu bergerak dan selalu berkembang sesuai pola pikir masing-masing. Dan melalui proses pembelajaran dan pengalaman yang mereka dapatkan, tentu perilaku mereka bisa berubah - ubah.
Apa yang menjadi pertanyaan sekaligus pernyataan saya adalah, masih banyak kah mahasiswa yang belum paham bahwa ini adalah perjuangan kita yang sudah berada di "pintu keluar" ? Perjuangan di masa perkuliahan ini adalah proses kita dalam membuka pintu itu. Pintu yang tersedia akan sangat banyak, tinggal kita yang menentukan mana yang tepat dan layak untuk kita buka (kayak yang di benteng takeshi...).
Sudahkah kita paham akan kegiatan perkuliahan kita?
Apakah yang sebenarnya para mahasiswa khawatirkan jika mendapat nilai yang kurang memuaskan?
Takut lulus dengan predikat jelek? Takut lama lulusnya? Takut dimarahi orang tua? atau takut keluar duit lagi kah?
Tidak adakah mahasiswa yang jika mendapat nilai jelek, yang mereka khawatirkan adalah integritas mereka dalam mengikuti perkuliahan itu?
Jika mendapatkan hasil yang kurang memuaskan, jangan sesali hasil itu. Sesali dan pertanyakanlah integritasmu dalam proses mencapai sesuatu itu - (Anggi Budi Kurniawan, 2012)
Jadi, sudah tepatkah cara kita dalam memperoleh nilai itu?
Layakkah kita mendapatkan hasil itu sesuai dengan integritas dan effort kita dalam menjalaninya?
Tentu semua itu diri kita sendiri lah yang dapat menjawabnya...
Ya, mahasiswa memang beragam tujuannya. Dan apapun itu, tentu itu adalah pilihan dan hidup mereka. Kita tidak bisa memaksanya untuk menjadi yang menurut kita lebih baik. Kita hanya bisa memotivasi untuk pilihan yang akan mereka tentukan.
Sebenarnya di dunia ini tidak ada yang salah, karena manusia memiliki akal pikiran. Yang ada hanyalah konsekuensi - (Anggi Budi Kurniawan, 2012).
Ada salah satu teman saya yang di semester ini punya satu mata kuliah yang nilainya jelek ( begitu pula saya T.T ), lalu dia terlihat panik dan agak stres. Ngeliat dia, saya jadi penasaran pengen bertanya sama dia, kurang lebih percakapan kami seperti ini :
A : "B, kenapa kamu?"
B : "udah dapet berita kan nggi gimana nilai matkul xxx kita?"
A : "iya uda B, knapa emang?"
B : "dapet nilai apa kamu?"
A : (dengan bangga dan sedikit menangis dalam hati) "dapet D aku, emang kamu dapet apa?"
B : "wah...dapet jelek juga nih aku,aduuuuhh..."
A : "emang knapa kalo nilainya jelek B?"
B : "ya nggak sih...berarti aku mesti ngulang nih...wauuh, kalo misal ngulang lagi...capek dah. Bisa2 lama deh lulusnya"
A : "trus knapa panik?tinggal ngulang ga susah kan?"
B : "nah itu...kalo ngulang kan otomatis nambah masa kuliah. Trus males lagi dah ketemu pak itu lagi. Mana harus bayar lagi kan... habis deh duit."
A : "ooh gitu..." (ya B, mungkin tujuan kuliahmu sama aku beda... apa coba yang harus dipikirin tentang nilai itu??)
Apa yang saya pikirkan saat itu adalah, apa tujuan temen saya itu masuk kuliah? Apa semata-mata untuk mendapatkan nilai yang bagus aja?
Dan apa yang bisa saya sarankan untuknya saat itu (tapi waktu itu di dalam hati aja...) adalah, kalo emang dia nggak mau nambah masa kuliah, nggak mau ketemu dosen itu lagi, dan nggak mau keluar duit lagi...menurut saya itu perkara yang cukup simpel. Dia cukup nggak usah ngulang mata kuliah itu aja, maka semua masalah yang dia katakan tadi akan lewat dan beres. Nilai D juga lulus kan...Kalo pun takut jika lulus nanti ada nilai D di ijazahnya, dia cukup ambil mata kuliah lain yang bisa menutup sejumlah SKS mata kuliah itu, atau dengan kata lain SKS yang diambilnya semasa kuliah melebihi batas minimum kelulusan, walaupun nanti mata kuliah yang nilainya D itu tetap tercantum.
Ada kasus lain yang saya bener-bener inget sama yang satu ini. (Mari sedikit frontal tapi tetep nggak nyebut nama hehe..)
Di semester 5 saya mengambil mata kuliah Ekonomi Teknik. Bagi yang belum tau, ekonomi teknik ini merupakan subyek yang secara garis besar mengkaji dan menganalisa ilmu ekonomi secara engineering. Mata kuliah ini cukup menarik bagi saya, dan beberapa teman-teman saya juga menyukainya walaupun juga ada beberapa yang tidak suka. Banyak dari teman saya yang tidak suka itu ngobrol dan berkomentar banyak dengan teman yang lain, yang intinya kurang lebih seperti ini : "ah, buat apa sih saya belajar tentang ekonomi disini. Emangnya ini fakultas ekonomi pak... buat apa kita capek-capek masuk sini kalo ujung-ujungnya saya belajar itung2 duit kayak gini....", and so on... Ya, sebagai teman tentu saya juga harus menjadi pendengar yang baik. Namun dalam hati saya juga berkomentar, kalo yang mereka cari disini adalah ilmu atau nilai yang berujung kepada suatu pekerjaan demi masa depan yang lebih baik dan sejahtera, saya yakin pelaku kesejahteraan yang mereka maksud itu adalah uang hasil kerja mereka. Jika nantinya mereka nggak bisa me-manage atau mengkaji uang pendapatannya sendiri, bagaimana mereka bisa mendapatkan kesejahteraan yang mereka inginkan?
Buat saya pribadi, semua mata kuliah yang ditawarkan selalu memiliki alasan dan tujuan tersendiri bagi mahasiswanya.
Masih di lingkup mata kuliah Ekonomi Teknik, saya juga pernah berbicara dengan salah seorang teman saya yang sebut saja namanya X. Yah...seperti pelajar pada umumnya, saya ngobrol dengan teman saya ini di kelas ketika mata kuliah ini sedang berlangsung. Saya dengan X banyak bercanda dan ngobrol tentang mata kuliah ini. Dan tentu saja, si X banyak mengeluhkan tentang mata kuliah yang menurutnya nggak penting buat seorang calon engineer ini. Saya juga membicarakan tentang 2 orang teman saya yang lain, sebut saja A dan D. Keduanya sejak tahun lalu sudah mulai usaha untuk mencari uang tambahan sendiri, yang saya pribadi cukup mengagumi usaha yang mereka lakukan itu. Dan tak heran, saya berbicara kepada si X :
"Wah, ini nih... kayaknya si A dan D bakalan dapet nilai bagus nih ntar ya ekoteknya... Orang mereka udah punya usaha dari tahun lalu hehe...".
Tapi si X justru menjawab kurang lebih seperti ini (dengan raut muka yang menurut saya sedikit sombong haha...) :
"haiss... wes to ra bakal... wong macem koyok ngono kuwi biasane malah entuk nilai elek ngko...wes to yakin wes ra bakal... ngko ilmune malah di nggo ngeyel nang mata kuliah iki, trus ngko nek jare dosene salah yo wes disalahke, bijine elek..."
(haiss...udah deh ga bakal... orang kayak gitu tu biasanya malah dapet nilai jelek ntar...yakin dah ga bakal...ntar ilmunya malah dibuat protes di mata kuliah ini, terus ntar kalo kata dosennya salah ya udah disalahin, nilainya jelek deh...)
Bagi saya, jawaban itu adalah jawaban yang cukup sombong, haha... Lagipula saya jadi mengira kalau apa yang dipikirkan oleh si X ini ujungnya adalah tingkat kesulitan dalam mendapatkan nilai (kembali ke dinamika akademik mahasiswa).
Ada kasus lain lagi, kali ini adalah teman saya yang entah kenapa selalu suka membanding-bandingkan nilai dengan teman-teman yang lain. Sebenarnya pasti ada banyak mahasiswa yang seperti ini, tapi saya ambil salah satu yang menurut saya 'terparah'. Sebut saja kali ini namanya E. Saya sebenernya mengakui, kalau E ini tergolong mahasiswa yang minat, mau dan mampu dalam memahami mata kuliah yang ia suka. Saya salut dengan yang seperti ini, karena dengan begitu dia akan lebih terfokus dan berujung pada sebuah keahlian. Tapi entah mengapa, output nilai yang dia dapat kebanyakan tidak sesuai dengan apa yang saya prediksikan.
Kembali ke kasus, si E juga selalu membandingkan nilai yang didapatkannya dengan teman-temannya terutama dengan yang "pintar-pintar". Pintar disini saya kasih kutip karena pintar yang (mungkin) dimaksud si E ini adalah pintar yang digambarkan dengan nilai yang didapat, dimana bagi saya hal ini nggak berlaku. Misalnya ketika si E mendapat nilai B di mata kuliah yang ia suka sampai-sampai dia dekat dengan dosen pengajarnya, tapi ada teman lain yang mendapat A, dia akan selalu berkomentar dan berkeluh kesah yang intinya seperti berkata, "kok dia bisa bagus sih..". Kalau ada teman yang "pintar" mendapat yang lebih bagus darinya, dia pasti berkata yang intinya, "ah wajar...susah emang ngelawan orang pinter...".
Ngelawan??? Emangnya ini kompetisi ya gan, hehe... Tapi setidaknya, ketika dia mendapat nilai lebih bagus dari yang lain, dia tidak akan sombong.
Bagi saya, hal seperti itu tentu tidak berlaku. Karena menurut saya : Tidak ada parameter yang pasti mengenai pintar tidaknya seseorang. Pintar hanyalah kata yang dapat menggambarkan bagaimana kerja (effort) dari seseorang saat mengutarakan solusi terhadap sesuatu - (Anggi Budi Kurniawan, 2012).
Dinamika Akademik Perjuangaan Mahasiswa. Ya...tentu kegiatan perjuangan mahasiswa di bidang akademisnya bersifat dinamik, tidak mungkin statis. Karena sejatinya perjuangan itu selalu bergerak dan selalu berkembang sesuai pola pikir masing-masing. Dan melalui proses pembelajaran dan pengalaman yang mereka dapatkan, tentu perilaku mereka bisa berubah - ubah.
Apa yang menjadi pertanyaan sekaligus pernyataan saya adalah, masih banyak kah mahasiswa yang belum paham bahwa ini adalah perjuangan kita yang sudah berada di "pintu keluar" ? Perjuangan di masa perkuliahan ini adalah proses kita dalam membuka pintu itu. Pintu yang tersedia akan sangat banyak, tinggal kita yang menentukan mana yang tepat dan layak untuk kita buka (kayak yang di benteng takeshi...).
Sudahkah kita paham akan kegiatan perkuliahan kita?
Apakah yang sebenarnya para mahasiswa khawatirkan jika mendapat nilai yang kurang memuaskan?
Takut lulus dengan predikat jelek? Takut lama lulusnya? Takut dimarahi orang tua? atau takut keluar duit lagi kah?
Tidak adakah mahasiswa yang jika mendapat nilai jelek, yang mereka khawatirkan adalah integritas mereka dalam mengikuti perkuliahan itu?
Jika mendapatkan hasil yang kurang memuaskan, jangan sesali hasil itu. Sesali dan pertanyakanlah integritasmu dalam proses mencapai sesuatu itu - (Anggi Budi Kurniawan, 2012)
Jadi, sudah tepatkah cara kita dalam memperoleh nilai itu?
Layakkah kita mendapatkan hasil itu sesuai dengan integritas dan effort kita dalam menjalaninya?
Tentu semua itu diri kita sendiri lah yang dapat menjawabnya...
Ya, mahasiswa memang beragam tujuannya. Dan apapun itu, tentu itu adalah pilihan dan hidup mereka. Kita tidak bisa memaksanya untuk menjadi yang menurut kita lebih baik. Kita hanya bisa memotivasi untuk pilihan yang akan mereka tentukan.
Sebenarnya di dunia ini tidak ada yang salah, karena manusia memiliki akal pikiran. Yang ada hanyalah konsekuensi - (Anggi Budi Kurniawan, 2012).
Di ujung dari semua itu, apa yang ada di pikiran saya adalah bahwa :
"Mahasiswa dituntut oleh instansi untuk mendapatkan hasil, dimana instansi tersebut dituntut oleh negara."
Begitulah kira-kira hasil analisa saya hehe...
Dan saya juga punya kata sakti terakhir yang mungkin sangat tepat dicantumkan disini hoho :
Sesungguhnya, semua jawaban atas apa yang kita lakukan di dunia ini adalah investasi. Jadi, jika kita menginginkan suatu kehidupan yang berkualitas, berinvestasilah dengan tepat dan jangan salah dalam memilih lokasi investasi itu - (Anggi Budi Kurniawan, 2012)
Nggak percaya sama kata-kata di atas?kita coba :
"Ngapain kamu sekolah?" - investasi ilmu pengetahuan
"Mau kamu buat apa ilmu pengetahuan itu?" - investasi akal pikiran terhadap kualitas diri
"Apa itu kualitas diri?" - investasi representasi watak diri terhadap lingkungan
"Apa pahala itu?" - investasi menuju surga
"Apa dosa itu?" - investasi menuju neraka
Sekian dulu gan dari ane hehe...
Yang udah berkenan baca tulisan panjang ini terima kasih...
Monggo dikomentari, saya tunggu...
:-)
"Mahasiswa dituntut oleh instansi untuk mendapatkan hasil, dimana instansi tersebut dituntut oleh negara."
Begitulah kira-kira hasil analisa saya hehe...
Dan saya juga punya kata sakti terakhir yang mungkin sangat tepat dicantumkan disini hoho :
Sesungguhnya, semua jawaban atas apa yang kita lakukan di dunia ini adalah investasi. Jadi, jika kita menginginkan suatu kehidupan yang berkualitas, berinvestasilah dengan tepat dan jangan salah dalam memilih lokasi investasi itu - (Anggi Budi Kurniawan, 2012)
Nggak percaya sama kata-kata di atas?kita coba :
"Ngapain kamu sekolah?" - investasi ilmu pengetahuan
"Mau kamu buat apa ilmu pengetahuan itu?" - investasi akal pikiran terhadap kualitas diri
"Apa itu kualitas diri?" - investasi representasi watak diri terhadap lingkungan
"Apa pahala itu?" - investasi menuju surga
"Apa dosa itu?" - investasi menuju neraka
Sekian dulu gan dari ane hehe...
Yang udah berkenan baca tulisan panjang ini terima kasih...
Monggo dikomentari, saya tunggu...
:-)
Nilai ada nomor ke-xx dari kuliah yang terpenting adalah bagaimana kita bisa mengaplikasikan yang kita dapat dari mata kuliah itu. yang penting nilai juga gak jelek-jelek banget. ntar lama banget baru lulus, orang tua ntar bosan lagi.
ReplyDeleteWah, udah lama saya nggak lihat blog saya.
DeleteIya, bener itu. Saya setuju sama pendapat agan Sulham. Yang penting adalah bagaimana kita bisa mengoptimalkan kondisi antara nilai bagus, ilmu yang aplikatif, lama waktu lulus, dan 'perasaan' orang tua kita :)
Anyway, thanks for comment :D